blog

Assalamualaikum Wr Wb
widgeo.net

Kamis, 10 Desember 2009

K0rupt0r. . .

Semua orang,pazti ykin bhwa hdup it ena9h jika adha uang,bahkan memliki bnyak uang? ? ?
Mencari uang? ? Apakah itu sulit? ? ?
Y. . .bnar itu bkan sulit lagi melainkan sangat sulit. . .
Qt sbagai anak tntunya msih blom biza mrasakan bgaimana sulitnya orang tua mncri uang? ? ? Qt bsanya hanya minta,minta,dan minta . . .

Apalagi jka qt men0leh k blakang,mlihat fakir dan miskin. . .buat makn saja mreka mncri dg susah payah,apalagi untuk berf0ya",sh0ping,perwatn. . .? ? ? Mustahil jika bz sperti itu. . .

Mengapa d ind0nesia ini bnyak sekali fakir,miskin? ? ?
Apa pnyebabnya? ?

Pasti qt tau? K0rupt0rlah penyebab utama kmiskinan.
Mreka berfoya",bersenang",mnikmati uang rakyat,sementara d luar masih bnyak orang yg terluka,terhina,terinjak,terlunta. . harga dri mreka,krna ulah pjabat yg memakan uang rakyat. .
Seandaenya d negri qt tidak ad k0rupt0r,pasti d jamin qt tdak akan sperti ini,tertndas 0leh bngsa laen,pasti setiap kluarga akn mmili sarana yg mewah . . .tdak seperti skaran. !?
Untuk itu musnahkan k0rupsi,hentikan,hentikan,dan hentikan. ,

Rabu, 09 Desember 2009

Mengapa Manusia Beragama

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (QS. Al Hijr : 26) Apakah kita sebagai generasi penerus dari Nabi Adam A’laihisalam juga sama dari tanah?. Tentu sama, sebab setelah mempelajari bagaimana proses sunatullah ternyata manusia dapat hidup dan berkembang akibat dari ketergantungan kepada saripati bumi melalui apa yang dikonsumsinya yang kemudian menjadi nutfah. ا نّ ا لنّا س يجمع خلقه في بطنه امّه ار بعين يو ما نطفة ثمّ يكو ن علقة مثل ذلك ثمّ يكو ن مضغة مثل ذلك يرسل اليه الملك فينفخ فيه ا لرّ وح “Sesungguhnya manusia dilakukan penciptaannya dalam kandungan ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah (segumpal darah), kemudian menjadi alaqah (segumpal daging yang menempel) pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian dijadikan madghah (segumpal daging) yang telah terbentuk pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan roh kepadanya”. (HR. Bukhari – Muslim) Berdasarkan ayat 15 surat al Hijr dalam al Quran, saat dalam sebelum proses manusia berpadu antara dua unsur yang berbeda itulah Allah Subhanahu Wata'ala kembali mengingatkan kepada ruh agar tetap tunduk. Dimana ruh sebelumnya telah bersaksi kepada Allah SWT (lihat Quran surat al Araf: 172) Allah Subhanahu Wata'ala berfirman “Alastu birabbikum” (Aku ini adalah Tuhan mu), maka dijawab oleh ruh manusia “Balaa Syahidna” Dilengkapi pula ke dalam ruh berupa potensi berpikir kreatif dan dinamis yang disebut akal, yang secara dialektis akal mengalami proses dengan situasi dan kondisi jasmani. Akal dapat membimbing kehidupan diri manusia secara internal termasuk terhadap kegiatan fisik, ia dapat memilih dan memilah apa yang harus dilakukan oleh anggota jasmaniahnya baik karena dirinya sebagai subyek maupun obyek yang ada. Immanual Kant seorang filosof moral, bahwa dalam hati sanubari manusia telah tertanam perasaan moral. Ia dapat membedakan mana yang pantas atau tidak pantas, atau mana yang benar untuk dilakukan atau yang salah sehingga ditinggalkan. Kemudian karena manusia sebagai makhluk berpikir mungkin timbul pertanyaan: Mengapa turun aturan moral berdasarkan norma agama ?” Dan mengapa manusia banyak yang lupa atau berupaya tidak tunduk kepada Allah Subhanahu Wata'ala bahkan ada yang tidak mengakui adanya Tuhan?” Walaupun akal merupakan potensi yang eksistensinya telah menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk lainnya di muka bumi ini, tetapi kemampuan akal tersebut sangat terbatas. Terkadang akal yang seharusnya memimpin manusia baik fisik maupun mental terutama hawa nafsu untuk mengarah kepada kebaikan, malah justru dipimpin oleh hawa nafsu yang mengarah kepada perbuatan salah. Dalam surat al Syam ayat 8 – 10, Allah Subhanahu Wata'ala mengilhamkan dua kecenderungan Fujuraha (kefasikan) dan wataqwaha (ketaqwaan), atau dapat pula kita bandingkan keterangan ini dengan ayat-ayat lain dalam al Quran termasuk pada salah satu ayat dalam surat Yasin (ayat 77). “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakan dari setetes air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.” Oleh karena agama sangat penting untuk mengingatkan kembali eksistensi manusia yang mempunyai fitrah kecenderungan beragama. Kemudian, fitrah itu dibimbing melalui ajaran agama agar seluruh aktivitas dan kreativitas mengarah ke jalan yang dibenarkan oleh Allah SWT, sebab Allah SWT senantiasa menguji manusia sehingga bagi orang yang mengikuti ajaran Islam akan mendapat ridho dari Allah SWT. Dengan fitrah manusia yang cenderung tunduk kepada sesuatu yang lebih sempurna mungkin apabila tanpa bimbingan agama yang benar akhirnya manusia menyembah kepada ruh atau benda yang dianggap telah memberi manfaat yang banyak, atau misalnya karena dianggap mempunyai kekuatan yang besar sekalipun sumber kekuatan itu dapat membahayakan manusia, antara lain timbul suatu kepercayaan yang disebut animisme, samanisme, paganisme, totemisme, dinamisme dan lain sebagaimainya. Kepercayaan seperti itu ada di semua benua di muka bumi ini termasuk di Indonesia, mungkin tanpa disadari kita dalam singkritisme keyakinan antara agama yang diyakini dengan isme-isme tertentu .

Jumat, 04 Desember 2009

UN, Diadakan untuk Ditiadakan?


Sejak pertama kali dilaksanakan, Ujian Nasional (UN) terkesan terburu-buru mengejar kualitas sumber daya manusia yang dimiliki negara tetangga. Tapi niat mulia itu ditanggapi berbeda oleh peserta didik dan orang tua. Kontroversi terus berlanjut bahkan sampai sekarang. Permintaan untuk meniadakan UN masih sebesar saat UN pertama kali diadakan. Trus, apakah UN memang harus ditiadakan saat ini juga seperti saat UN diadakan pertama kali?

Kalau menurut saya pribadi sih, UN ndak perlu ditiadakan. Kita harus kembali ke tujuan awal diadakannya UN. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 66 ayat 1, UN bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional … bla bla bla. Silahkan baca sendiri. Dari tujuan itu, rasanya ndak ada yang salah dengan UN.

Menurut pasal 68, hasil UN akan digunakan untuk; 1. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; 2. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya; 3. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; 4. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Wah, kalau kita lihat dari butir 1 dan 4 maka tambah banyak lagi manfaat positif dari UN. Iya kan?

Tapi, kalau UN kemudian dijadikan sebagai salah satu tolok ukur kelulusan siswa, maka menurut saya UN blum layak. Kenapa? Ya karena standar kualitas pendidikan di negara ini blum bisa distandarkan. Maksud saya begini, kualitas pendidikan di kota besar dan di daerah terpencil jomplang banget, bak bumi dan langit. Nah, kalau standar pendidikan setiap sekolah saja berbeda-beda, lha kok pemerintah seenaknya membuat standarnya sendiri untuk meluluskan peserta didik.

Begitu juga kalau UN juga dijadikan standar penerimaan ke jenjang pendidikan selanjutnya (perguruan tinggi dan sederajat), rasanya kok ndak pas ya? Lha coba perhatikan kasus ini; seorang siswa sudah diterima di universitas terkemuka di Jogja melalui jalur khusus yang diadakan universitas yang bersangkutan, tapi kemudian ndak lulus UN. Kan jadi aneh? Apalagi pernah juga saya dengar, ada seorang siswa yang sudah diterima di sebuah universitas luar negeri melalui seleksi khusus, tapi malah ndak lulus UN beberapa bulan kemudian. Lagipula, kita punya ujian khusus sebagai standar penilaian untuk menerima seseorang sebagai mahasiswa, seperti Ujian Masuk (UM) atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kalau dulu ada UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Tapi dari semua kelemahan UN yang saya sebut di atas, saya tetap ndak setuju UN ditiadakan. Biarlah UN tetap ada, tapi tujuannya yang direvisi sementara. Kalau hasil UN dipakai untuk butir 1 dan 4 pasal 68 di atas, saya rasa ndak ada sisi negatifnya. Maksud saya, dari hasil UN pemerintah jadi tau di daerah atau sekolah mana saja yang proses belajarnya masih berkualitas rendah. Sehingga dari sana pemerintah bisa memberikan bantuan agar sekolah itu memiliki standar yang sama dengan sekolah lain yang sudah mempunyai mutu pendidikan yang bagus.

Biarlah UN tetap dilaksanakan, tapi ndak dijadikan salah satu penentu kelulusan. Percayakan saja penilaian kelulusan dilakukan oleh pihak sekolah. Kalau jaman saya ada yang namanya STTB (kalau ndak salah singkatan dari Surat Tanda Tamat Belajar). STTB-lah yang menentukan kelulusan, bukan UN (waktu jaman saya UN ndak ada, tapi ada Ebtanas). Memang, bisa saja penilaian STTB itu subyektif banget sifatnya. Tapi menurut saya ndak masalah. Sebab para guru pasti ndak sembarangan meluluskan muridnya. Nama sekolah dipertaruhkan jhe!

Jadi sekali lagi, menurut saya UN ndak perlu sampai ditiadakan. Tetap dilaksanakan dengan tujuan yang sedikit diubah. Terutama pada butir 2 dan 3 pasal 68 tadi sebaiknya ditunda dulu untuk beberapa tahun ke depan, atau sampai semua sekolah memiliki standar mutu bagus yang merata. Kalau masih dipaksakan seperti yang sekarang ini, beban berat UN cuma ada di pihak sekolah, murid dan orang tua. Sementara kewajiban pemerintah untuk memberi bantuan kepada sekolah blum dipenuhi dengan maksimal, padahal UN sudah dilaksanakan selama sekian tahun.

Maka saya berpendapat, UN jangan ditiadakan! Tapi kalau direvisi, itu harus! Hehe..

Rabu, 02 Desember 2009

Naskah Soal UN Sudah Rampung

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas bersama Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) terus mematangkan Ujian Nasional (UN) meski putusan MA seputar kasasi penolakan ujian itu masih menimbulkan perdebatan. Bahkan, naskah soal unas sudah jadi dan tinggal dicetak.Kepala Balitbang Depdiknas Mansyur Ramli mengatakan, putusan MA tentang UN tidak berpengaruh terhadap penyusunan naskah soal. Soal-soal tersebut sudah selesai disusun. Penyusunan naskah soal dilakukan guru, dosen perguruan tinggi (PT), dan pakar pendidikan. Setelah soal disusun, Balitbang akan menyerahkan kepada BSNP untuk diuji-cobakan. Kemudian, soft copy soal bakal diserahkan ke perguruan tinggi untuk dicetak. "Kami sedang berkordinasi dengan majelis rektor perguruan tinggi negeri (MRPTN). Sebab, tahun ini yang menangani pencetakan hingga pendistribusian soal adalah perguruan tinggi," terang Mansyur Ramli, Sabtu, 28 November. Dengan selesainya penyusunan soal, kata Mansyur, tidak ada alasan untuk tidak menyelenggarakan UN tersebut. Mansyur menjelaskan, tingkat kesulitan soal UN mendatang hampir sama dengan tahun ini. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan siswa saat ini. Sebab, berdasarkan studi penelitian yang dilakukan Balitbang, sarana prasarana dan mutu pendidik saat ini belum mampu mendorong kemampuan peserta didik untuk menerima tingkat kesulitan soal yang lebih tinggi. "Memang sudah ada peningkatan guru dan sarana dan prasarana, namun kami masih sesuaikan dengan kemampuan siswa," jelasnya. Menurutnya, tingkat kesulitan soal bakal dinaikan untuk unas 2011. Karena itu, dia berharap siswa dapat menjawab soal UN. Sebab, bobot soal telah disesuaikan dengan standar minimal pendidikan. "Artinya, soal itu bisa dijawab oleh siswa di daerah terpencil sekalipun. Ibarat lompat tinggi, kami pasang meteran. Bagi siswa sekolah unggulan, bisa lompat lebih tinggi. Demikian pula siswa sekolah biasa juga bisa melalui meteran tersebut," paparnya. Depdiknas berharap target kelulusan UN 2010 meningkat. Apalagi, standar nilai minimal rata-rata UN 2010 sama dengan tahun ini, yaitu, 5,5. Tahun lalu, tingkat kelulusan peserta didik untuk jenjang SMA mencapai 90 persen. Paling tidak, kata Mansyur, target kelulusan bisa mencapai 92 persen. Demikian pula target kelulusan untuk jenjang SMP juga dinaikkan dua persen. Balitbang mengimbau agar seluruh provinsi segera mengirim data peserta UN ke Depdiknas. Sebab, jumlah tersebut bakal disesuaikan dengan pencetakan naskah soal. Januari 2010, jumlah pasti peserta UN harus kelar. Dia menambahkan, anggaran penyelenggaraan unas juga sudah disiapkan. Menurutnya, anggaran unas 2010 tidak jauh beda dengan tahun ini. Yaitu, sekitar 500 miliar. Anggaran sebesar itu untuk unas (SMP dan SMA) dan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). Biaya itu akan digunakan untuk persiapan ujian, penyusunan naskah soal, pencetakan soal hingga lembar jawaban unas (LJUN), dan pengawasan ujian. Dengan persiapan tersebut, Mansyur berharap sekolah dan siswa siap menghadapi UN. Dia mengimbau agar masyarakat terutama siswa tidak terpengaruh terhadap putusan MA. "Saya khawatir putusan itu bakal berpengaruh terhadap psikologis siswa. Bahayanya, jika siswa menganggap ujian itu tidak jadi dan saya khawatir mereka tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi ujian tersebut," jelasnya. Anggota BSNP, Prof Mungin Eddy Wibowo mengimbau agar sekolah tidak usah mengkhawatirkan soal UN. Sebab, naskah soal disesuaikan dengan kisi kurikulum 1994 maupun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dipakai sekolah. "Kita ambil sesuai SKL (standar kompetensi lulusan, Red). Jadi, sesuai kurikulum sekolah," ungkapnya. Dalam waktu dekat ini, BSNP bakal memvalidasi soal unas dengan menggelar try out diberbagai daerah. Terutama, daerah terpencil dengan tingkat kelulusan rendah pada unas 2009. "Try out itu untuk mengetahui apakah kesulitan soal bisa dijangkau atau tidak. Kami akan rutin lakukan try out sebelum pelaksanaan unas," terangnya. Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menegaskan, Ujian Nasional (UN) bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Selain UN, juga ada penilaian ujian yang dilakukan masing-masing sekolah. "Walaupun nilai UN 10, tapi nilai ujian sekolahnya jeblok, ya tidak bisa lulus," jelas Mohammad Nuh ketika jumpa pers di Hotel Mercure Mirama Surabaya, Sabtu, 28 November. Nuh mengatakan, tak perlu ada ketakukan terhadap UN. Seakan-akan UN itu hanya satu-satunya yang menentukan kelulusan. Nuh mengatakan, dalam faktanya dari 90 persen anak yang tidak lulus, disebabkan karena nilai UN jemblok. "Itu fakta yang ada," jelasnya. Namun, kata Nuh, kalau logika itu dibalik, jika yang menguji para siswa adalah gurunya sendiri, maka kemungkinan besar 99 persen siswa lulus dalam ujian. "Terus buat apa ujian itu, kalau semuanya lulus," papar Nuh. Apalagi kalau gurunya satu kampung dengan siswanya, maka tidak mungkin guru tersebut tidak meluluskan siswa tersebut. Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu mengatakan, kualitas UN ditentukan oleh dua hal, yaitu materi UN dan penyelenggaraannya. Materi yang diujikan harus sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Bobot soal juga sesuai jenjang pendidikan siswa. Jika materi UN sudah terpenuhi, maka tinggal pelaksanaannya. Nuh mengatakan, kalau penyelenggaraannya bagus, maka kualitas UN akan terjamin, namun sebaliknya, jika pelaksanannya jeblok, kualitasnya juga akan menjadi buruk. "Apalagi gurunya sangat welas asing, maka bisa dengan mudah meluluskan muridnya, maka pelaksanaan UN juga harus bagus," jelasnya. Pelaksanaan UN juga tidak berkaitan antara siswa di perkotaan dan pedesaan. Ia mengatakan, perbedaan itu pasti ada diantara siswa. Tidak usah jauh-jauh antara desa dan kota, antara siswa di satu sekolah saja sudah banyak perbedaan, apalagi siswa di desa dan di kota. Untuk mengatasi masalah itu, maka pemerintah menetapkan nilai kelulusan UN, bukan 8, 7 atau 6, tapi 5,5. Itu disesuai dengan standar minimal. "Nilainya pas juga masih bisa lulus," jelasnya. Nuh juga merespon pihak-pihaknya yang menginginkan nilai UN hanya dijadikan sebagai pemetaan kualitas pendidikan saja. Menurutnya, jika hasil UN hanya dijadikan bahan pemetaan, maka akan terjadi konflikting data. Jika nilai UN 7, dan nilai ujian sekolah 9, maka terjadi kontraproduktif. "Terus mana yang benar," katanya. Mantan Direktur PENS-ITS itu mengatakan, yang paling penting sekarang adalah mengajak masyarakat untuk mendukung penyelenggaran UN. Orang tua siswa, murid, guru harus mendukung terselenggaranya UN. "Tidak usah memperdebatkan masalah UN, jadi atau tidak karena dalam amar putusan PN Jakarta tidak ada poin yang melarang terselenggaranya UN," ucap Nuh.