A.
Berdiri dan Berkembangnya Dinasti Ming
Setelah
berhasil mengusir bangsa Mongol, Zhu Yuanzhang menobatkan dirinya sebagai
kaisar dengan gelar Ming Taizu (1368-1398). Tahun pemerintahnnya disebut dengan
Hongwo, sehingga ia juga dikenal sebagai sebutan Kaisar Hongwo, an dinasti
barunya dinami Dinasti Ming.
Zhu
Yuanzhang digantikan oleh cucunya bernama Zhu Yunwey dengan gelar Jianwen
(1399-1402). Tetapi pada saat itu, kekuasaan berada di tangan putra-putra Zhu
Yuanzhang. Kaisar Jianwen berusaha mengendalikan para pamannya itu dengan jalan
membatasi kekuasaan mereka, tetapi usahanya ini mendapat tentangan keras.
Akibatnya, timbul perang saudara selama 4 tahun anatara kaisar dengan
paman-pamannya. Dari segala kepandaiannya, kaisar bukanlah tandingan pamannya
yang bernama Zhu Di (putra keempatnya Zhu Yuanzhang).
Zhu Di mengangkat dirinya sebagai
Kaisar Yongle (1403-1424) yang berarti “Kebahagian Abadi”. Pelayan samudra
merupakan salah satu hal yang patut di banggakan pada masa dinasti Ming. Kaisar
Yongle telah memerintah Admiral Zheng He untuk mengadakan pelayaran ke selatan
menuju negeri-negeri yang jauh. Ia berhasil berlayar sejauh Afrika (Mogadishu
dan Malindi), kalkuta, dan Kalombo jauh sebelum bangsa baarat berhasil
mencapainya. Yongle digantikan oleh putra tertuanya yaitu Hongxi (1425) hanya
memerintah setahun.
Pengganti
Hongxi adalah cucu Yongle yang bernama Zhu Zhanji yang gelarnya sebagai Xuande,
memrintah pada tahun 1426-1435. Ia dapat dikatakan sebagai seorang penguasa
yang sempurna karena piawi dalam bidang kemilimiteran, administrasi
pemerintahan dan seni. Masa pemerintahan Xuande boleh dikatakan cukup stabil.
Kemakmuran dan kesenian berkembang pesat. Sebagai seorang reformis, Xuande
berusaha memerangi ketidak adilan, menetang hukuman matim serta mendorong
dihapuskannnya hukuman kurungan bagi orang miskin yang tidak mampu membayar
utang-utangnya. Keselahan terbesar yang dilakukan Xuande adalah andilnya dalam
meningkatkan kekuasaan kaum Keberi, di mana ia mendirikan sekolah khusus bagi
mereka yang mengangkat mereka sebagai penasehat militernya. Ia juga sering
memerintahkan kepada kasimnya untuk mencari benda-benda aneh, benda-benda
langka dan bahkan cengkrik aduan yang selalu menang. Kaum keberi diutusannya
pula mencari gadis-gadis Korea yang terkenal kecantikannya untuk dijadikan
selir.
Xuande
adalah kaisar pertama Dinasti Ming yang sungguh-sunggguh melindungi seni.
Sebagai seorang pelindung seni, dikumlpulkan para seniman dari berbagai penjuru
dan memerintahkan agar menghiasi makam-makam leluhurnya. Ketika Xuande wafat,
sepuluh orang selir ikut dikuburkan bersamanya.
Penggantinya adalah Zhu Qizhen putra
dari istri keduanya bernama Sun. Ia naik tahta dengan gelar Zhengtong pada
tahun 1436 saat baru berusia 8 tahun. Karena usianya yang masih belia, neneknya
yang bernama Zhang (jandi Hongxi) memegang tumpuk kekuasaan penuh sebagai wali
dengan dibantu oleh tiga orang menterinya bijaksana.
Sementara
itu, bangsa Mongol yang dahulu diusir oleh Zhu Yuanzhang ke utara, kini menjadi
kuat kembali. Mereka menyatukan dirinya dibawah Esen Khan. Kaisar Zhengtong
pada tahun 1449 melakukan kesalahan fatal dengan mengikuti bujukan gurunyya, seorang
kasim bernama Wang Zhen untuk menyerang esen Khan. Akhirnya Zhengtong yang
tidak sempat melarikan diri ditawan oleh mereka.
Sebagai penggantinya diangkatlah
adik Zhengtong yang bernama Zhu Qiyu sebagai kaaisar baru dengan gelar Jingtai
(1450-1457). Ia merupakan seorang penguasa yang lemah, namun berkat jasa para
menterinya, ibukota berhasil dipertahankan dari serangan Esen Khan. Dengan mengangkat kaisar baru, pihak China
telah berhasil menurunkan nilai penting bekas kaisaranya yang disandra oleh bangsa
Mongol. Jingtai mengalami sakit kerasnya pada tahun 1457. Pada saat itu
terjadilah kudeta menggulingkan Jingatai dan mengangkat kembali Zhengtong
sebagai kaisar dan Jingtai wafat didugaakan karena siksaan kaum pemberontak.
Setelah menduduki singgasannya kembali, Zhong tong yang saat itu telah
mengganti gelarnya dengan Tianshun melakukan gerakan pembersihan. Ia melakukan
jasa kaum Keberi dan memebentuk dinas rahasianya sendiri untuk memata-matai dan
menemukan orang yang berniat menentangnya.
Putra tertua Zhengtong, Chenghua
memerintah pada tahun 1465-1487, dan diangka sebagai pengganti ayahnya. Usianya
baru 20 bulan ketika ayahnya ditawan bangsa Mongol. Chenghua memiliki
kepribadian lemah, peragu, dan agak gagap ketika berbicara. Kaisar ini juga
dikenal sebagai penggemar seni musik dan pertunjukan. Saat naik tahta, ibunya
serta Ratu Qian permaisuri Zhengtong berebut kedudukan sebagai wali dan pada
masa akhir pemerintahannya kekuasaan didominasi oleh selirnya Wan Guifei.
Mereka melaukan reformasi dan pembenaan terhadap kesalahan rezim pemerintahan
sebelumnya. Bidang militernya juga diperkuat oleh mereka sehingga kini kekuatan
Dinasti Ming dapat mengungguli bangsa Mongol dan Jurchen. Dinasti Ming akhirnya
menjadi disegani oleh negara-negara tetangga. Belakangan kekuasaan jatuh ke
tangan seorang selir bernama Wan Guifei. Istri pertama Chenghua telah di
turunkan dari kedudukannya karena memukul selir ini. Ia juga membunhi anak
selir-selir lainnya agar mereka tidak mendaptakn kesempatan pewaris tahta.
Chenghua membiarkan sepak terjang sselirnya itu hiangga kekuasaannya makin
menjadi-jadi. Ia beserta Liang Fang, kasim kesayangannya, dan Wang Zhi, kepala
keberi, mulai memerah negeri itu habisa-habisan.
Kekuasaan penuh angkara Wan Guifei
beserta kaum Keberi yang jahat itu harus berakhir setelah naiknya tahta Hongzhi
yang memerintah pada tahun 1488-1505, putra yang disembunyikan dari ancamana
pembunuhan Wan itu. Ia merupakan salah seorang termuka Dinasti Ming yang
terkenal karena kebajikannya. Sebagai seorang penganut aliran Konfusianisme
yang teguh, ia mendengarkan saran-saran Dewan Penasehatnya. Kaisar bijaksana
ini dikenal cermat dalam urusan kenegaraan. Oleh karena itu, semasa
pemerintahannya negara berada dalam keadaan stabil dan harmonis.
Zhengde
memerintah tahun 1506-1521 merupakan penguasa Dinasti Ming berikutnya yang
menjadi putra kesayangan ayahnya (Hongzhi). Saat menjelang kematiannya, Hongzhi
baru menyadari kelemahan putranya ini dan memohon pada Dewa Penasehat agar
membimbing dan menjaga putranya tersebut. Kekahawatiran hongzhi ini menjadi
kenyataan, karena Zhengde ternyata tidak menyukai urusan kenegaraan , tatacara
istana, serta para nasihatnya yang kolot. Kekuasaan jatuh kembali ke tangan
kaum Keberi, dan kaisar bahkan bermain-main sebagai pedagang dalam pasaran yang
diselenggarakan oleh kasim di istana. Para pejabat yang khawtir dengan keaadaan
ini, mencoba menyingkirkan kaum Keberi pada tahun 1506 tetapi gagal.
Zhengde
tertarik dengan segala sesuatu yang berbau Tibet. Ia membangun sebuah kuil baru
di kompleks istananya bagi para Lama. Terkadang ia mengenakan pakaian Tibet dan
upacara pemakaman ibunya di pimpin oleh para biksu Tibet. Peristiwa yang
terpenting yang terjadi pada masa pemerintahan kaisar ini adalah pemberontakan
yang diterbitkan seorang pangeran di Ningxia pada tahun 1510 yang diikuti
dengan dua tahun masa kekacauan di Sichuan. Pada masa akhir pemerintahannya,
kaisar banyak melakukan pemborosan dengan melakukan perjalanan keliling negeri
yang menghabiskan pembendaharan negara. Sekembalinya dari perjalanan terakhir,
kaisar muntah darah dan jatuh sakit. Tiga bulan kemudian ia meninggal.
Zhengde tidak mempunyai seoarng
putra pun, sehingga singgasana Dinasti Ming terpaksa dialihkan kepada putra
angkatnya yang naik tahta dengan gelar Jiajing (1522-1567). Kaisar baru ini
merupakan keturunan putra bungsu Chenghua dengan seorang selir yang berasal
dari Huangzhou. Jiajing ini seorang penganut Daoisme yang fanatik. Ia begitu
terobsesi untuk menemukan obat hidup abadi.
Pada
tahun 1542 , nyawa Jiajing berhasil di selamatkan dari usaha pembunuhan oleh
para selirnya. Delapan belas orang selir mencekiknya dengan tali ketika sedang
tidur. Namun, usahanya ini gagal karena mereka telah menarik simpul yang slah
dan di samping itu salah seorang gadis telah membocorkan rencana itu pada ratu.
Kendati obsesi Zhengde pada Daoisme sedikit banyak telah menyebabkannya
mengabaikan urusan kenegaraan, untungnya ia berhasil memilih dan mengangkat
menteri-menteri yang berkapasitas tinggi serta setia.
Masa
pemerintahan Jiajing yang berlangsung cukup lama ini memberikan kestabilan bagi
China. Meskipun demikian, pertahanan negara dapat dikatakan sangat lemah.
Bangsa Mongol di utara yang saat itu
dipimpin oleh Altan Khan (1507-15820 telah menyusun kekuatannya kembali, dan
pada tahun 1542 dengan penuh keberanian menyerang China. Sementara itu, di
pantai sebelah tenggara, bajak laut Jepang menjadi makin ganas dan melakukan
perampokan terhadap propinsi-provinsi China yang berbatasan dengan pantai.
Longqing (1567-1572) yang merupakan
pengganti Jiajing, sesungguhnya tidak begitu disukai ayahnya, yang telah
memilih putra selirnya. Namun, karena pertimbangan bahwa Longqing yang lebih
tua usianya. Sebagai penguasa yang lemah, tidak sedikit pun ia tertarik pada
urusan negara. Berkat menterinya yang cendekia bernama Zhang Zhuzheng ,
perjanjian perdamaian berhasil dilakukan dengan Altan Khan, yang beresdia
menerima status sebagai negara vasal (negara taklukan). Selain itu, gangguan
para bajak laut Jepang juga berhasil diatasi.
Dinasti Ming yang terkenal
berikutnya adalah Wanli (1573-1620). Pada masa kekuasaannya, transformasi China
menuju negara modern dimulai. Wanli yang memerintah selama kurang 47 tahun,
merupaka penguasa China yang memerintah terlama setelah Han Wudi. Ia merupakan
putra ketiga Longqing dan naik tahta saat baru berusia 10 tahun. Bidang
pendidikan juga berkembang pesat semasa kekuasaan kaisar Wanli.
Pada
mulanya pemerintahan Wanli dapat dikatakan baik karena didukung oleh
menteri-menteri yang cakap dan loyal, termasuk Zhang Zhuzheng yang telah
mengabdi semenjak pemerintahan kaisar sebelumnya. Efesiensi dan kedisiplinan
dalam administrasi pemerintahan berhasil dibangkitkan kembali. Tetapi setelah
kematian Zhang, Wanli mulai menarik diri dari pemerintahan. Perseturuan dengan bangsa
Mongol timbul kembali di mana pada tahun 1560 berhasil merebut Qinghai.
Bangsa Jepang dibawah pimpinan
Toyotomi Hideyoshi (1536-1598) berhasil menaklukan Korea –negara protektorat
china, sehingga menimbulkan perang dasyat selama lima tahun (1593-1598) guna
mengusir mereka. Kendati dimenangkan oleh Dinasti Ming, ekspidisi militer ini
menelan biaya sangat besar yang menghabisakan devisa negara. Keuangan negara
menjadi semakin memprihatikan dan itu semua masih di bebani oleh kehidupan
Wanli yang sangat boros. Untuk mengatasi permasalahan keuangan yang makin
menjadi-jadi, kaisar membuka kembali tambang perak pada tahun 1594 serta
menarik pajak yang berat dari rakyat.
Kaisar berikutnya adalah Taichang
hanya memerintah selama sebulan saja 91620). Ia wafat tidak lama setelah
memerintah. Putra Taichang kemudian naik tahta dengan gelar Tianqi (1621-1627).
Penguasa Dinasti Ming ini merupakan seorang yang buta huruf, namun sangan
terampil dalam pertukangan. Urusan kenegaraan diabaikan dan di serahkan kepada
seorang Keberi Wei Zhongxian yang kemudian melakukan banyak kekejaman..
Tianqi digantikan oleh adiknya yang
naik rahta dengan gelar Chongzhen (1628-1644). Ia sekaligus merupakan kaisar
Ming yang terakhir. Pada saat itu negara berada dalam keadaan kacau balau, namun
ironisnya intelektualisme justru bangkit semasa pemerintahannya dan bahkan dua
orang imam Yesuit, Johann Adam von Schall dan John schreck di beri kesempatan
untuk memperbaiki penanggalan.
Sementara
itu, menjelang akhir Dinasti Ming Bangsa Manchu di utara menjadi bertambah
kuat. Pemimpin mereka Nurhachi beserta putranya Abahai berhasil merebut
Liaoning pada awal abad ketujuh belas. Setelah meresa kuat mereka mendirikan
dinasti yang diberi nama Qing (1626).
B.
Runtuhnya Dinasti Ming
Abahai kini berniat untuk
menaklukan China bagian utara. Pada tahun 1640, ia menyerang Jinzhou dengan
kekuatan besar. Untuk menghadpi serangan itu, Dinasti Ming memerintahkan Hong
Chengchou serta delapan orang Jendral termasuk Wu Sangui untuk mempertahankan
kota. Selain itu, pihak Ming juga mengerahkan 130.000 pasukan untuk membela
kedaulatan wilayahnya. Namun, Abahai berhasil menghancurkan lebih dari 50.000
pasukan China serta melumpuhkan pertahanan Dinasti Ming. Jinzhou akhirnya jatuh
ke tangan bangsa Manchu dan pada tahun 1642 Hong berhasil ditawan oleh mereka.
Wilayah Abahai kini bertambah luas hingga mencapai celah Tembok Besar
(Shanhaiguan), tetapi ia memutuskan untuk tidak terliabat konfrontasi langsung
dengan pasukan Ming yang kuat di daerah itu. Ia lebih memilih untuk mengalihkan
serangannya ke Manchuria Utara, dn pada tahun 1643 seluruh daerah itu telah
berada di bawah genggaman tangannya.
Meskipun demikian,
kesehatan Abahai turun dengtan drastis dan wafat pada usia 51 tahun. Putra yang
baru berusia enam tahun, Fulin dipilih untuk menggantikannya dengan dibantu
oleh Jirgalang (sepupu Nurhaci) dan Dorgan (putra keempat belas Nurhaci) sebagi
walinya. Gelar Fulin setelah menjadi kaisar adalah Shunzi (1644-1661).
Semasa kekaisaran
Dinasti Ming yang terakhir Chongzhen, ancaman tidak hanya berasal dari Bangsa
Manchu saja melainkan juga oleh pemberontakan yang melanda dalam negeri
sendiri. Pemberontakan terpenting dipimpin oleh Li Zicheng yang berhasil
merebut Beijing, ibukota Dinasti Ming pada tanggal 25 April 1644. Li lalu menyatakan
dirinya sebagai kaisar dan mendirikan dinasti baru adalah Xun.
Kaisar Chongzhen
menggantung dirinya pada sebatang pohon dan bersamaan dengan kematiannya itu,
berakhir pulalah Dinasti Ming. Jendral Wu Sangui yang ditugaskan menjaga
perbatasan masih setia pada Dinasti Ming dan ia sebelumnya memang telah di
panggil pulang untuk menyelamatkan ibukota. Mengetahui ibukota telah jatuh, di
putuskannya untuk meminta pertolongan pada bangsa Manchu yang saat itu dipimpin
Shunzhi guna mengusir Li.
Wu
membuka gerbang Shanhaiguan yang sedang dipertahankannya, dan mempersilakan
pasukan Manchu untuk memasukinya. Ketika pasukan Manchu telah semakin mendekati
Beijing, Li memutuskan untuk melarikan diri ke arah barat dengan sebelumnya
membakar sebagian istan kekaisaran. Peristira ini terjadi pada tanggal 4 Juni
1644. Jadi, istana yang didirikan Li hanya sempat bertahan sebulan lebih saja.
Mereka memeindahkan pemerintahan Mukden ke Bijing sehingga demikian berawallah
kekuasaan Dinasti Qing di China.
C.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Semasa
Dinasti Ming
Kaisar
Hongxi yang terakhir dengan astronomi telah berhasil mengenali adanya bintik
matahari jauh sebelum bangsa Barat mengenalnya. Selama masa pemerintahan
Dinasti Ming, pengamatan terhadap gerhana matahari total dapat dijumpai dalam
catatan-catatan sejarah Provinsi. Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan
Dinasti Ming juga ditunjang oleh kedatnagn para Yesuit.
Pada tahun 1611, kaum Yesuit itu di
minta untuk melakukan perbaikan terhadap penaggalan serta menerjemahkan
buku-buku Barat mengenai astronomi dan matematik. Penerjemah ini dilakukan De
Ursis dengan bantuan Paul Xu (Xu Guanqi tahun 1562-1633), ia seorang sastrawan
Tionghoa yang telah menganut agama Kristen dan menjadi Murid Matteo Ricci.
Salah satu karya Barat yang
diterjemahkan adalah risalah matematika karangan Euklides yang tersohor itu.
Tokoh Yesuit lain yang memberikan sumbangsih bagi imu pengetahuan Dinasti Ming
adalah Johann Adam Schall. Ia membantu penyusunan penanggalan dan selain itu
mengajar bahsa Tionghoa cara pembuatan meriam. Ensiklopedi dalam bidang teknik
dan ilmu pengetahuan banyak pula dihasilkan semasa Dinasti Ming. Pada tahun
1615 terbitlah suatu karya berjudul Gongbu
shangku xuzhi (apa yang Orang Perlu Ketahui Mengenai Perbengkalan dan
Pergudangan Pada Kementrian Pekerjaan Umum). Wang Zheng tahun 1571-1644
menulis buku yang mengulas mengenai seluk beluk peralatan militer serta
hidrolis.
D.
Perkembangan
Ilmu Pengobatan
Li Shizhen tahun 1518-1593 adalah
tabib terkenal yang hidup semasa Dinasti Ming. Hasil karyanya yang terpenting
adalah Materia Medica (Bencao Gangmu) dalam
52 jlid yang memuat penjelasan mengenai 1.892 obat Tionghoa serta memiliki
lebih dari 1000 ilustrasi. Pada perkembangan selanjutnya, karya ini juga telah diterjemahkan
ke dalam bahasa asing termasuk beberapa bahasa barat.
Li Shizhen sendiri berasal dari
keluarga tabib. Semenjak kecil ia telah mengagumi pekerjaan sebagai tabib yang
sanggup menyelamatkan banyak nyawa, sehingga bercita-cita pula untuk menjadi tabib
seperti ayah dan kakeknya. Dari hasil pengamatannya terhadap literatur
pengobatan lama, ditemukannya berbagai kesalahan fatal di dalamnya, sehingga
inilah yang mendorong Li untuk menyusun Materia
Medica yang tersohor itu.
E.
Perkembangan Seni
Novel-novel yang termuka elah
diterjemahkan kedalam banyak bahasa merupakan produk utama zaman Dinasti Ming. Kisah Tiga Negara merupakan novel
sejarah yang ditulis berdasarkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada
Zaman Tiga Negara dengan dibumbui berbagai kisah dramatis. Pengarangnya adalah
Lo Guanzhong yang hingga ini masih belum dapat ditentukan dengan pasti kapan
kurun waktu kehidupannya. Novel ini juga tidak kalah menarik adalah Perjalanan ke Barat.
Kisah Tepi Air mengisahkan
tentang 108 pendekar Gunung Liang (Liangshan). Mereka adalah kaum yang menjadi
korban fitnah serta tiraniorang lain. Ada yang istrinya yang direbut oleh
seorang jagoan dan tidak dapat memperoleh keadilan dari pihak berwenang.
Karya seni arsitektur terkemuka
dalam Dinasti Ming tampak pada bangunan Kuil Surgawi, tempat kaisar mengadakan
upacara penghormatan pada Langit (tian). Kuil ini dibagi menjadi tiga bagian
yang masing-masing berorientasikan arah utara-selatan, yakni Kuil Pemujaan
Tahunan, tempat kaisar berdoa memohon panen yang baik, Kuil alam Semesta tempat
meletakan papan pemujaan bagi langit dan leluhur, dan alat Langit suatu
panggung berbentuk lingkaran yang dikelilingi pembatas berbentuk segiempat atau
melembangkan peribahasa Tionghoa yang berbunyi “Langit bulat dan bumi persegi”.
Dinasti Ming juga sangat terkenal
akan keramik-keramiknya yang diekspor ke seantero penjuru dunia.
Kaisar-kaisarnya sendiri menjadi pelindung bagi industri kramik dengan
mendirikan pabrik keramik kekaisaran di Jingdezhen provinsi Jiangxi. Produksi
keramik mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Xuande dan Jiajing. Nialinya
menjadi lebih berhaga ketimbang sutra dan diekspor hingga ke Jepang, Asia
Tenggara serta Timur Dekat.
Dalam seni lukis pemerintahan
Dinasti Ming berupaya menghidupkan kembali kejayaan seni lukis Dinasti Song.
Objek lukisan pada masa itu adalah pemandangan alam atau hewan. Sebagaimana
halnya pad zaman Dinasti Song lukisan Ming bernuansa realisitis.
Seni
ilustrasi pada buku mengalami kemajuan pesat semasa Dinasti Ming. Anehnya,
pendorong kemajuan ini adalah tidak adanya hak cipta pada masa itu sehingga
suatu penerbit tidak dapat mencegah penerbit lain untuk menerbitkan buku yang
sama. Oleh karena itu agar dapat menang dalam persaingan, para penerbit
berlomba-lomba untuk menghiasi buku terbitnya dengan gambar-gambar agar dapat
menarik minat pembaca.
F.
Perkembangan Ekonomi dan Masyrakat
Semasa pemerintahan Chenghua
(1465-1487), terjadi perkembangan yang pesat dalam bidang industri, seperti
sutra yang dihasilkan di Suzhou. Ini menciptakan golongan kaya baru yang
berlomba-lomba dengan kaum bangsawan dalam mengumpulkan benda-benda seni. Pusat
kebudayaan berpindah ke sebelah selatan, yakni kelembah Sungai Yangzi.
Sementara itu, di desa-desa para petani miskin yang tidak mempunyai tanah
berbondong-bondong ke kota, sehingga terjadi urbanisasi. Para peserta ujian
pada zaman dahulu menuliskan karya-karya klasik konfusianisme yang menjadi
bahan ujian pada kemeja bagian dalam mereka. Pada saat mengikuti ujian negara,
para sarjana ditinggalkan seorang diri dalam ruangan sehingga memungkinkan mereka
untuk melihat contekan itu.
G.
Perjalanan Muhibah Zheng He, Perkembangan dalam
Navigasi dan Teknik Pembuatan Kapal
Zheng He berangakat pada tahun 1405
dengan membawa 63 kapal, memuat 27.870 orang. Hal terpuji yang patut kita
teladani adalah meskipun membawa kekuatan besar, tetatpi Zheng he tidaklah
berusaha menaklukan atau menjajah negeri-negeri yang dikunjungi. Hal ini
tentunya berbeda dengan bangsa barat,di mana penjajahan yang mereka lakukan
selalu di akhiri dengan penjajahan.
Bukti
nyata teknologi China dalam bidang pelayaran di perlihatkan oleh sebuah kitab
yang berjudul Wu Pei Chi, yang isinya
mengenai seluk beluk pelayaran China Kuno. Kitab ini juga mencatat pula posisi
bintang-bintang petunjuk arah serta informasi geografis daerah-daerah asing
seperti letak, keadaan alam, dan sebagainya. Bintang kutub memiliki arti
penting bagi bangsa Tionghoa serta merupakan dasar bagi astronomi Chinaa.
Bintang ini dianggap sebagai “kaisar”nya bintang.
Bangsa
Tionghoa selama berabad-abad telah mengetahu bagaimana pembuatan kapal yang
sanggup bertahan terhadap ganasnya samudra raya. Mereka menemukan cara
pembuatan rangka kapal yang kokoh dan terbagi atas berbagai bagian. Pada ujung
masing-masing bagian itu, terhaadap bagian yang kedap air, mirip dengan
ruas-ruas batang bambu. Tentu saja untuk membuat kapal sebesar dan sebanyak
yang dipergunakan Zheng He dalam misi muhibahnya diperlukan sejumlah minyak
pohon tung, sehingga berhektar-hektar
tanah sepanjang Sungai Yangzi harus dibersihkan dan selanjutnya ditanami pohon tung.
Secara keseluruhan, Zheng He telah
melakukan tujuh kali pelaayaran. Pelayaran pertama di awali pada tahun 1405,
dengan membawa 63 kapal serta 27.870 orang. Armada ini lalu berlayar menuju
indochina, Champa, dan singgah di Palembang. Perjalanan
kedua dilakukan pada tahun 1408 yang mengunjungi Pahang, Singapura, Malaka,
Kalkuta, Srilanka, Maladewa, Quilon, Cochin, Kalkuta, Persia, Aden, dan
Malakkah. Perjalanan ketiga berawal pada tahun 1412. Zheng He pada kesempatan
kali ini mengunjungi Suamtera, Jawa, Madura, dan lain sebagainya. Pada tahun
1416, Zheng He mengawali muhibahnya keempat dengan disertai oleh utusan
berbagai negeri yang mempersembahkan upeti pada Dinasti Ming. Misi muhibah
kelima di lakukan pada tahun 1421 dengan menyinggahi Siam dan Sumatera.
Sedangkan pelayaran keenam diawali pada tahun 1424 dengan tujuan Sumatera. Misi
muhibah keenam merupakan yang terakhir dilakukan dibawah pemerintahan Kaisar
Yongle. Zheng He berlayar kembali demi mempererat hubungan dengan negara-negara
di sebrang lautan. Pelayarn ketujuh ini di lakukan antara 1430-1433 yang
mengunjungi Srilanka, Kalkuta, Cochin, Persia, Aden, dan Madagaskar.
H.
Perkembangan Bidang Keagamaan dan Filsafat
1.
Konfusianisme
Tokoh
konfusianis terkenal pada zaman ini adalah Wang Yangming (1472-1528/9), seorang
ini keturunan dari kelaurga sarjana serta pejabat terpandang. Wang mengundurkan
diri dan mempelajari Budhisme serta Daoisme untuk sementara waktu. Saat berusia
33 tahun, negara memanggilnya kembali dan menugaskannya sebagai komandan
pasukan.
Pemikiran
Wang Yangming dapat diringkaskan sebagai berikut :
1) Pikiran dan gagasan (principles) adalah
satu.
2) Kesadaran adalah kemampuan dalam diri
manusia untuk membedakan baik dan buruk.
3) Kesatuan antara pengetahuan dan
tindakan.
Wang
Yangming menyakini bahwa setiap orang sebenarnya sanggup untuk menjadi orang
suci, sebagaimana yang dikatakan Mengzi bahwa setiap orang tidak musahil untuk
menjadi seperti Yao dan Shun.
2.
Buddhisme
Zhu
Yuanzhang pernah menjadi biarawan Buddhis, ia sangat mendukung Buddhisme. Kerap
dikumpulkannya para biksu di istana untuk mengajar sebagai naskah suci Buddis
seperti Prajnaparamita dan Lankavatara. Kerajaan
menyokong orang-orang yang hendak menjdi biarawan, sehingga jumlah mereka makin
meningkat pesat. Pada tahun 1372.57200 biarawan Buddhis dan Daois ditahbiskan,
sementara jumlah meningkat.
3.
Kedatangan Misionaris Kristen
Selama
masa pemerintahan Wanli, seorang imam Yesuit bernama Matteo Ricci tahun
1552-1616 memperkenalkan kembali agama Kristen di China yang sebelumnya sudag
pernah masuk ke negeri tersebut dalam bentuk Nestorianisme. Saat hendak
menjalankan misinya, Matteo Ricci menyadari bahwa bangsa Tionghoa sangat
menjungjung tinggi pengetahuan karya-karya klasik Konfusianisme, sehingga demi
menunjang keberhasilan misinya, Ricci mulai mempelajari karya-karya tersebut.
Rucci menyakini bahwa bangsa Tionghoa hanya dapat diperkenalkan pada
Kekristenan jika ia dapat menghadirkan suatu bentuk agama tersebut yang selaras
dengan Konfusianisme. Kebijaksanaan inilah yang kemudian mendorong beberapa
sarjana terkemuka Tionghoa menganut Kristen. Misionaris lain yang terkenal
adalah Etinne Faber. Tokoh legendaris ini hidup pada masa akhir Dinasti Ming
dan berkaya di Shanzi. Ia telah mengarang banyak karya mengenai hagiografi
Buddhis dan Daois.
I.
Hubungan dengan Kepulauan Nusantara
Selain misi pelayaran
Zheng He yang mengunjungi kepulauan Nusantara, hubungan dengan China tetap
terjalin dengan baik. Kurang lebih tahun 1560, sejumlah 500 kosakata telah
dikumpulkan oleh Yang Lin, juru tulis kearsipan ibukota Dinasti Ming. Istilah-istilah
yang sebagian besar berhubunggan dengan hasil bumi itu memperlihatkan adanya
hubungan perdagangan yang ramai dengan China. Jadi bahwa bahasa Melayu yang
kelak berkembang menjadi bahsa Indonesia telah menjadi bahasa persatuan (lingua
franca).