blog

Assalamualaikum Wr Wb
widgeo.net

Rabu, 09 Desember 2009

Mengapa Manusia Beragama

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (QS. Al Hijr : 26) Apakah kita sebagai generasi penerus dari Nabi Adam A’laihisalam juga sama dari tanah?. Tentu sama, sebab setelah mempelajari bagaimana proses sunatullah ternyata manusia dapat hidup dan berkembang akibat dari ketergantungan kepada saripati bumi melalui apa yang dikonsumsinya yang kemudian menjadi nutfah. ا نّ ا لنّا س يجمع خلقه في بطنه امّه ار بعين يو ما نطفة ثمّ يكو ن علقة مثل ذلك ثمّ يكو ن مضغة مثل ذلك يرسل اليه الملك فينفخ فيه ا لرّ وح “Sesungguhnya manusia dilakukan penciptaannya dalam kandungan ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah (segumpal darah), kemudian menjadi alaqah (segumpal daging yang menempel) pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian dijadikan madghah (segumpal daging) yang telah terbentuk pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan roh kepadanya”. (HR. Bukhari – Muslim) Berdasarkan ayat 15 surat al Hijr dalam al Quran, saat dalam sebelum proses manusia berpadu antara dua unsur yang berbeda itulah Allah Subhanahu Wata'ala kembali mengingatkan kepada ruh agar tetap tunduk. Dimana ruh sebelumnya telah bersaksi kepada Allah SWT (lihat Quran surat al Araf: 172) Allah Subhanahu Wata'ala berfirman “Alastu birabbikum” (Aku ini adalah Tuhan mu), maka dijawab oleh ruh manusia “Balaa Syahidna” Dilengkapi pula ke dalam ruh berupa potensi berpikir kreatif dan dinamis yang disebut akal, yang secara dialektis akal mengalami proses dengan situasi dan kondisi jasmani. Akal dapat membimbing kehidupan diri manusia secara internal termasuk terhadap kegiatan fisik, ia dapat memilih dan memilah apa yang harus dilakukan oleh anggota jasmaniahnya baik karena dirinya sebagai subyek maupun obyek yang ada. Immanual Kant seorang filosof moral, bahwa dalam hati sanubari manusia telah tertanam perasaan moral. Ia dapat membedakan mana yang pantas atau tidak pantas, atau mana yang benar untuk dilakukan atau yang salah sehingga ditinggalkan. Kemudian karena manusia sebagai makhluk berpikir mungkin timbul pertanyaan: Mengapa turun aturan moral berdasarkan norma agama ?” Dan mengapa manusia banyak yang lupa atau berupaya tidak tunduk kepada Allah Subhanahu Wata'ala bahkan ada yang tidak mengakui adanya Tuhan?” Walaupun akal merupakan potensi yang eksistensinya telah menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk lainnya di muka bumi ini, tetapi kemampuan akal tersebut sangat terbatas. Terkadang akal yang seharusnya memimpin manusia baik fisik maupun mental terutama hawa nafsu untuk mengarah kepada kebaikan, malah justru dipimpin oleh hawa nafsu yang mengarah kepada perbuatan salah. Dalam surat al Syam ayat 8 – 10, Allah Subhanahu Wata'ala mengilhamkan dua kecenderungan Fujuraha (kefasikan) dan wataqwaha (ketaqwaan), atau dapat pula kita bandingkan keterangan ini dengan ayat-ayat lain dalam al Quran termasuk pada salah satu ayat dalam surat Yasin (ayat 77). “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakan dari setetes air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.” Oleh karena agama sangat penting untuk mengingatkan kembali eksistensi manusia yang mempunyai fitrah kecenderungan beragama. Kemudian, fitrah itu dibimbing melalui ajaran agama agar seluruh aktivitas dan kreativitas mengarah ke jalan yang dibenarkan oleh Allah SWT, sebab Allah SWT senantiasa menguji manusia sehingga bagi orang yang mengikuti ajaran Islam akan mendapat ridho dari Allah SWT. Dengan fitrah manusia yang cenderung tunduk kepada sesuatu yang lebih sempurna mungkin apabila tanpa bimbingan agama yang benar akhirnya manusia menyembah kepada ruh atau benda yang dianggap telah memberi manfaat yang banyak, atau misalnya karena dianggap mempunyai kekuatan yang besar sekalipun sumber kekuatan itu dapat membahayakan manusia, antara lain timbul suatu kepercayaan yang disebut animisme, samanisme, paganisme, totemisme, dinamisme dan lain sebagaimainya. Kepercayaan seperti itu ada di semua benua di muka bumi ini termasuk di Indonesia, mungkin tanpa disadari kita dalam singkritisme keyakinan antara agama yang diyakini dengan isme-isme tertentu .