2.1 Berdirinya Kerajaan Funan
Funan berdiri
pada abad pertama masehi merupakan sebuah kerajaan Hindu purba pertama di Asia
Tenggara yang, hal tersebut berdasarkan sumber yang didapat dari Cina. Funan
adalah kerajaan yang berasal dari negara Kamboja selatan.
Funan adalah
pengucapan Cina untuk kata ‘bnam’yang berasal dari bahasa Khmer kuno yakni
‘Phnom’ (artinya gunung). Di samping menggunakan nama-nama Sanskrit,raja-raja
negeri ini juga menggelarkan diri mereka sebagai Sailenraja atau 'Raja
Gunung'.Dalam bahasa tempatan ia digelar 'kurung bnam' yang juga bermaksud
'raja gunung'.Bangsa Funan dikenalpasti dari rumpun Melayu. [1]
Wilayah
kerajaan Funan meliputi daerah Vietnam Selatan (sekarang) dan Kamboja. Pusat
kerajaan berada di Viyadhapura (bandar
pemburu), berlokasi dekat bukit Ba Phnomp daerah Pre Veng, Kamboja. Bandar
pelabuhannya adalah Oc Eo yang berada di delta Sungai Mekong di pantai teluk
Siam.
Menurut berita
Cina (yang ditulis oleh Kang Tai yang datang bersama Chu Ying pada abab ke 3
M), kerajaan Funan didirikan oleh seorang Brahmana dari India bernama Kaundinya dari India, yang disebut Hun t’ien dalam bahasa Cina. Ia berhasil
mengalahkan penduduk setempat kemudian menikahi putri Liuyeh (Nagisoma), lalu
didirikanlah dinasti Funan yang memerintah selama satu setengah abad. Ia
mendirikan Funan pada tahun 75 M.
Funan sebagai
kerajaan maritim, sehingga sebagian besar pemasukannya bergantung pada
kekuasaannya di laut. Funan memiliki armada laut yang sangat kuat, ia berhasil
membajak hampir seluruh wilayah perairan di Asia Tenggara. Setiap perahu yang
berlayar tinggal memilih menyerah, mati, atau menjadi budak yang
diperjualbelikan. Menyerah berarti berlabuh di Funan, membayar bea cukai dan
memenuhi segala permintaan para pembesar.
Lambat laun
Funan memperluas wilayahnya, Funan juga mendirikan pangkalan serta benteng di
seluruh pantai daratan Asia Tenggara. Funan menjadi suatu imperium yang sangat kuat sejak
didirikan pangkalan laut dan benteng. Memasuki abad ke IV sampai ke V, Funan
berhasil menguasai seluruh perairan Asia Tenggara. Sementara di perairan
Indonesia yang dikuasai Funan, dijadikan sebagai lalu lintas perdagangan
rempah-rempah, binatang, dan kayu cendana.
Menurut sejarah
Liang, Hunten digantikan oleh putranya Hun Pa Huang yang meninggal pada usia
lebih dari sembilan puluh tahun dan digantikan anak lelakinya yang kedua
bernama Pan-Pan yang menyerahkan kekuasaannya kepada seorang panglima besar
bernama Fan Shih Man (menurut sejarah Chi Selatan). Pan-pan memerintah selama
tiga tahun, kemudian digantikan oleh Fan Shi Man. Peristiwa tersebut
kemungkinan terjadi pada awal abad ke tiga.
Adapun
raja-raja yang memerintah Funan, antara lain ; Kaundinya, Fan Shih Man, Fan
Sun, Kaudinnya Jayawarman, dan Rudravarman.
Kaundinya yang dalam bahasa cina disebutkan sebagai
Hun-T’ien pendiri kerajaan Funan, dinastinya memerintah kurang lebih selama
satu setengah abad. Dijelaskan juga bahwa kaundinya diperkirakan datang dari
India, semananjung melayu, setelah sampai didaerah baru tersebut berhasil
mengalahkan ratu setempat yaitu Liu-yeh mengawininya kemudian mendirikan dinasti
baru yang memerintah satu setengah abad. Menurut Liang History (Hall, 1988:32)
seorang brahmana dari India bernama Kiao-Chen-ju (diduga sebagai terjemahan
dari nama Kaundinya) secara gaib pergi dan memerintah kerajaan Funan, sayangnya
selama pemerinthannya tidak ditemukan angka tahun.
Jayavarman atau Kaundinya Jayavarman, menurut Hall
(1988:32) adalah raja terbesar setelah Kaundinya, mengenai kapan mulai
memerintah tidak adanya kejelasan, namun diketahui Kaundinya Jayavarman wafat
pada tahun 514.
Rudrawarman (didalam bahasa Cina disebut sebagai Fan
Shih-Man), Rudrawarman menggantikan ayahnya yaitu Jayavarman tahun 514.
Diceritakan dalam Liang History, Rudrawarman sebagai merampas mahkota, ia
dilahirkan dari selir ayahnya, pada
waktu ayahnya meninggal, Rudrawarman membunuh pewaris tahta resmi (mungkin
Gunavarma) dan kemudian memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya antara
517-539 ia pernah mengirimkan misinya di Cina.[2]
Fan Shih Man
adalah seorang raja sekaligus imperialis yang memiliki banyak vassal.
Kekuasannya sangat luas, ia menbangun angkatan laut yang menguasai perairan Asia Tenggara. Fan
Shih Min meninggal dalam ekspedisi penaklukkan kerajaan Chin Li.
Pada masa
pemerintahan Fan Sun, Funan mendapat kunjungan dari Cina. Sepanjang pemerintahannya,
hubungan diplomasi dengan Cina berjalan baik sampai tahun 287 M. Tetapi rupanya
hubungan dengan Cina tidak selalu baik, karena kemudian raja Fan Sun mengadakan
perjanjian dengan Fan Hsiung (raja Lin Yi) dari Campa untuk bersama-sama
berperang melawan Ciao Ci (Tiongkok). Buku sejarah Cina menyebutkan peristiwa
ini bahwa Lin Yi-negara penyerang didirikan oleh Chu Lien yang memanfaatkan
kelemahan Dinasti Han (206-221 SM) dengan mendirikan kerajaan sendiri pada
tahun 192 SM. Demikian daerah kerajaan Lin Yi lebih dikenal dengan nama
‘Campa’.
Sampai tahun
357 tak ada berita tentang Funan. Dalam berita Cina dikabarkan tentang upeti
dari raja Funan bernama Chantan, beragama Hindu. Chantan adalah sebutan Cina
kepada gelaran Candan, yakni gelar raja-raja Khusana keturunan Khanishka
(India), di mana Funan pernah mengadakan hubungan dengan daerah tersebut pada
abad ke 3 M.
Menurut Liang
History seorang pengganti Chantan adalah seorang Brahmana dari India bernama
Kiao-Chen-Ju secara gaib pergi dan memerintah di Funan. Menurut cerita ia
diterima baik oleh rakyat yang memilihnya menjadi raja mereka. Namanya diduga
terjemahan Cina dari ‘Kaundinya’.
Dengan demikian
dapat ditarik sebuah teori, bahwa raja Funan mungkin berasal dari India
(keturunan Khunishka) yang lari ke Funan karena penaklukkan India Utara oleh
Samudera Gupta (335-375), raja kedua dinasti Gupta.[3]
Raja terbesar
dalam sejarah Funan adalah Kaudinya Jayarman yang meninggal tahun 514 SM. Tidak
ada sumber yang menyebutkan kapan raja ini memerintah. Kaudinya Jayawarman
adalah adalah raja pertama Funan yang dikenal nama aslinya. Setelah ia
meninggal, timbul pemberontakan vassal Funan, yaitu Cenla di bawah raja Citra
Sena. Pada tahun 627, masa pemerintahan Isanawarman, Funan disatukan dengan
Cenla.
2.2.1 Kondisi Sosial Masyarakat Funan
Cerita ini ada dalam Southern
Ch’i History yang juga berisi catatan tentang kerajaan
seperti zaman jayavarman. Ini sebuah gambaran tentang rakyat pengarung lautan,
yang menyangkut barang dagangan dan rampasan dan senatiasa menjarah
tetangga-tetangganya. Raja bersemayam di istana yang atapnya bertingkat-tingkat,
sedang rumah rakyat dibangun atas onggokan dan atapnya dari daun bambu. Rakyat
melindungi tempat tinggalnya dengan pagar kayu. Pakaian nasionalnya sepotong
kain yang diikatkan di pinggang. Olahraga nasionalnya ialah sabungan ayam dan
adu babi. Hukuman adalah berupa siksaan. Raja naik gajah dalam pemeriksaan
umum.
(Liang
History) menambahkan bukan hanya raja tetapi seluruh keluarga raja
sampai pada selir naik gajah. Dewa langit dipuja. Ini diwujudkan dalam patung
tembaga: beberapa yang dengan muka dua dan tangan empat, yang lain
dengan empat wajah dan dengan delapan tangan jelas menujukan pemujaan harihara.
Mayat diperlakukan dengan empat cara: dengan melemparkan ke arus sungai,
membakarnya, mengubur dalam lubang parit, dan dengan menyajikannya pada
burung-burung. Cerita ini juga menjukan adat mandi yang masih diketemukan di
kamboja dan dikenal sebagai Trapeang, penggunaan bak mandi umum bagi
sejumlah keluarga.
2.2.2 Kondisi
Ekonomi dan Politik Kerajaan Funan
Kerajaan Funan mengalami
kemajuan pesat dalam bidang Ekonomi, Kemajuan dalam bidang ekonomi tentunya
dalam bidang pertanian dan perdagangan. Funan adalah Kerajaan Agraris yang
memiliki pelabuhan sebagai pusat perdagangan dan militer di daratan Indocina.
Bukti bahwa Ekonomi Kerajaan Funan mengalami kemajuan yang sangat pesat dapat
dilihat dari perkembangan masyarakat Funan yang sebagian mengandalkan bidang
pertanian dan perkebunan sebagai mata Pencaharian masyarakat Funan.
Dalam bidang perdagangan Funan memiliki pelabuhan laut yang sangat kuat dan
menjadi salah satu pusat perdagangan yang sangat strategis wilayah Asia
Tenggara dan daratan Indocina. Sehingga menjadi pusat perdagangan pada masa
perundagian dan jalur Sutera menjadi salah satu aspek maju dan berkembangnya
aktivitas perdagangan diwilayah Indocina dan Asia Tenggara. Komoditi yang
terbesar dalam aktivitas perdagangan di Kerajaan Funan antara lain, Gerabah,
Keramik, dan barang- barang dari perunggu, yang merupakan pengaruh dari
Kebudayaan Dong Son di Vietnam, sehingga secara tidak langsung pengaruh Cina
terhadap perkembangan Kerajaan Funan di Kamboja, menjadi pengaruh yang sangat
penting dalam perkembangan Kerajaan Funan kedepannya.
Dalam bidang
politik seperti yang digambarkan dalam Deskripsi singkat tentang Kerajaan Funan
diatas, dijelaskan bahwa Kerajaan Funan memiliki sistem politik yang Feodal,
dengan saling menguasai wilayah di Asia Tenggara dan dapat dikatakan bahwa
Kerajaan Funan merupakan Kerajaan Adikuasa pada masa itu dengan menguasai
seluruh wilayah perairan dan daratan Indocina. Dan Funan pun memiliki
angkatan laut yang sangat kuat sehingga menambah pertahanan Laut Kerajaan Funan
semakin kuat di dalam menaklukan wilayah- wilayah yang berada di Asia Tenggara
dan sekitarnya. Raja memiliki kekuasaan yang sangat mutlak (Absolut) di
dalam menjalankan tata pemerintahan di Kerajaan Funan, sehingga raja sangat
ditinggikan statusnya oleh masyarakat Kerajaan Funan, bahkan dapat dianggap
sebagai titisan dewa yang sangat dimuliakan. Sehingga dengan adanya tata
pemerintahan dan pertahanan seperti diatas mustahil Funan sebagai The First Arest
Power (Asia Tenggara Pranasionalisme :48), Funan dapat
ditaklukan oleh Kerajaan- kerajaan lain yang terdapat dipesisir daerah Indocina
dan Asia Tenggara, seperti Kerajaan Chenla dan Angkor.
Tetapi setelah meninggalnya Raja Rudravarmanpada tahun 550
M, keadaan menjadi terbalik, timbul pergolakan di dalam tata pemerintahan
Kerajaan Funan yang akhirnya dapat menggulingkan Funan dibawah penyerangan
Kerajaan Chenla, yang menjadi salah satu Kerajaan yang dikuasai Funan pada
waktu itu. Sehingga berakhirlah sudah kejayaan Kerajaan Funan sebagai
Kerajaan The Man Power di wilayah Asia Tenggara, dan
berganti dengan masa pemerintahan Kerajaan Chenla yang telah berhasil menaklukan
Kerajaan Funan, sebagai Kerajaan Hindu Purba pertama di Asia Tenggara yang
sangat kuat di dalam struktur pemerintahannya.
Kerajaan Funan mengalami kemunduran pada akhir abad IV karena mendapat serangan
dari tentara Kerajaan Chenla tepantya pada masa pemerintahan Raja Rudravarman
(550 M) , dengan jatuhnya Kerajaan Funan ini, maka pada abad V terjadilah
revolusi Kepercayaan di wilayah Asia Tenggara, yakni di
daratan Asia Tenggara mengalami Absolutisme dewa raja yang berpusat pada
pendewaan raja (dewa raja kultus). Dan Chenla sebagai
penakluk yang berhasil menguasai Kerajaan Funan inilah yang membawa pengaruh
kepercayaan ini sehingga secara tidak langsung mulailah berkembang kepercayaan
Absolutisme dewa raja, walaupun pada saat pemerintahan Funan pengaruh ini sudah
mulai diterapkan tetapi baru berkembang saat perpindahan kekuasaan dari Funan
ke Kerajaan Chenla. [4]
Kerajaan Funan memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan
peradaban Kuno di Indonesia, terutama dalam bidang Kebudayaan dan Kepercayaan
setempat yang mulai mengalami perubahan sejak masuknya pengaruh Indianisasi di
wilayah Asia Tenggara, sehingga muncul Kerajaan- kerajaan yang mendapat
pengaruh dari Agama Hindu dan Buddha di Indonesia. Bukan hanya itu pengaruh
dalam bidang Kebudayaan dan Kepercayaan pun masyarakat Indonesia mengalami
perubahan, dalam bidang Kebudayaan pengaruh Funan sangat terlihat dari barang-
barang peninggalan sejarah yang ditemukan seperti Nekara, Tembikar,dan barang-
barang yang terbuat dari perunggu yang pada masa Kerajaan Funan menjadi salah
satu Komoditi barang dagang yang paling terkenal, sehingga secara tidak
langsung pengaruhnya sampai ke Indonesia, yang juga erat dengan perkembangan
Kebudayaan Dong Son di Indonesia.
Dalam bidang
Religi dan Kebudayaan yang dapat dilihat dari pengaruh Kerajaan Funan terhadap
perkembangan peradaban masa Kuno di Indonesia, yang utama adalah masuknya
pengaruh Indianisasi ke Indonesia yang mengubah segala jenis Kepercayaan
(Religio Naturalism), beralih kepada Kepercayaan Agama Hindu- Buddha, sehingga
di Indonesia muncul banyak Kerajaan bercorak Hindu- Buddha yang sangat kental
hubungannya dengan pengaruh dari Kerajaan Funan dan India.
[3] peristiwa ini
mungkin yang menjadi alasan mengapa didapatnya pengaruh Pallawa yang kuat di
Kamboja, Campa dan Semenajung Melayu. Dan juga mengapa prasasti-prasasti dalam
jaman itu tertulis dengan huruf pallawa.