2.1 Berdirinya Republik Rakyat China
Pada tanggal
1 Oktober 1949 Mao Zedong mengumukan berdirinya Republik Rakyat China dengan ia
sendiri sebagai ketuanya dan dibantu enam wakil: istri Dr. Sun Yat Sen (Song
Qingling), Zhu De, Li Qishen, Zhang Lan, Liu Shaoqi dan Gao Gang. Beijing
dinyatakan sebagai ibukota republik rakyat China yang baru ini. Pemerintah Mao
lalu menjalin hubungan dengan Uni Soviet, sehingga malam harinya pemerintah Uni
Soviet menyatakan pengakuannya bagi Republik Rakyat China serta memutuskan
hubungan diplomatik dengan pemerintah Jiang. Pemerintah nasionalis segera
terusir kembali dari Kanton pada tanggal 14 Oktober dan terpaksa pindah ke Chongqing.
Inipun tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 28 November 1949, Tentara
Merah berhasil menguasainya. Pemerintahan Jiang melarikan diri ke Taibei ytang
terletak di pulau Formosa (taiwan), dimana pada tanggal 1 Maret 1950, Jiang
memangku kembali jabatannya sebagai presiden. Menyerahnya Lu Han, gubernur
Provinsi Yunnan, pada pihak komunis, menjadikan pemerintahan nasionalis tidak
memiliki wilayah lagi di daratan China. Berikutnya pada bulan April 1950,
menyusul Hainan jatuh ke tangan komunis.
Negara-negara
satelit Uni Soviet ikut menyatakan pengakuannya bagi Republik Rakyat China.
India pun ikut mengakui kedaulatan China pada tanggal 30 Desember 1949 dan
disusul Inggris pada tanggal 6 Januari 1950. Hubungan dengan Uni Soviet menjadi
semakin erat dengan diundangnya Mao ke Moskow pada tanggal 15 Februari 1950
untuk membicarakan persahabatan diantara kedua negara. Uni Soviet menjanjikan
bantuan dalam bentuk pinjaman keuangan serta transfer teknologi.
2.2 Masa Awal Republik Rakyat China
Dengan
kemenangan komunis, China meiliki pemerintahan pusat yang kuat. Tugas berat
yang masih harus dilakukan adalah membangun kembali China yang hancur akibat
penjajahan Jepang serta perang saudara. Pemerintah mengupayakan menjaga
kestabilan sosial dan ekonomi. Mereka berupaya memberikan lebih banyak
kekuasaan pada petani dan buruh dan sebaliknya memangkas kekuasaan kaum pemilik
modal, tuan tanah, kapitalis, intelektual dan orang asing. Dilakukan juga
modernisasi terhadap peralatan indistri, kereta api, sekolah, rumah sakit,
bendungan, serta fasilitas umum lainnya. Singkatnya, partai komunis berjuang
melakukan perubahan drastis pada tata cara kehidupan masyarakat, yang mencapai
puncaknya pada Revolusi Kebudayaan tahun 1966.
Berbeda dengan Soviet yang menerapkan
“kediktatoran proletariat”, China menggunakan sistem “kediktatoran demokrasi
rakyat”,di mana para petani kaya dan rakyat bersatu membentuk front bersama.
Beberapa jabatan tinggi diserahkan kepada orang non komunis, demi memberikan
kesan bahwa pemerintahan yang baru dapat mewakili semua golongan. Meskipun
demikian, kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan Partai Komunis China.
Demi mencapai kestabilan dalam
bidang keuangan pada bulan Mei 1949, pemerintah mengeluarkan mata uang baru
yang disebut Renminpiao serta
melarang penggunaan mata uang asing. Pemerintah mengalihkan perhatiannya pada
para pemilik modal yang tidak bersedia diajak bekerjasama. Mereka menghembuskan
propaganda jika pemilik modal melakukan penyuapan, penggelapan pajak dan
mencuri milik negara. Pada bulan April 1952, 70.000 pengusaha dari Shanghai
menjadi sasaran propaganda itu dan dicela habis-habisan di depan umum.
Dalam bidang agraria, tanah mulai
dibagi-bagikan kepada rakyat. Masyarakat china dibagi menjadi 5 kelompok:
1.
Tuan tanah (landlords), mereka yang memiliki tanah
luas.
2.
Petani kaya
(rich peasants), mereka yang memiliki tanah terkadang mengerjakan sendiri juga
memperkerjakan orang lain.
3.
Petani kelas
menengah (middle peasants), mereka yang mengerjakan tanahnya sendiri.
4.
Petani miskin
(poor peasants), mereka yang hanya memiliki tanah sempit.
5.
Orang yang
tidak memilki tanah, dimana mereka harus menjual tenaganya untuk mengolah tanah
orang lain.
Pemerintah merampas tanah milik para
tuan tanah, tetapi mengizinkan mereka untuk tetap memiliki bagiannya yang
ditetapkan pemerintah. Namun pada praktiknya, sering pengambil alihan tanah ini
disertai kekerasan. Para kader partai yang iri dan petani-petani yang hendak
membalas dendam, kerap membunuh para tuan tanah dan petani kaya. Setelah melalui
pengadilan, mereka kehilangan tanah dan nyawanya sendiri. Pada bulan Desember
1952, pembagian tanah rampasan (yang disebut revolusi agraria) selesai sudah.
Agar para tuan tanah tidak timbul
kembali, pemerintah kemudian menetapkan sistem kolektivisme yakni kepemilikan
tanah bersama. Untuk membangun kembali dan memajukan bidang industri,
pemerintah merencanakan apa yang dinamakan rencana lima tahun pertama yang
dimulai pada tahun 1951. Hasilnya perindustrian mengalami peningkatan sebesar
25% pada tahun 1956. Produksi baja mencapai 5,3 juta ton, besi 5,8 juta ton,
tenaga listrik 19.030 juta kwh, dan hasil pertanian 11,6% diatas target.
2.3 Putusnya Hubungan dengan Uni Soviet serta
“Loncatan Besar ke Depan”
Pada tahun 1957 Mao Zedong
menyimpulkan bahwa Uni Soviet tidak dapat dijadikan lagi sebagai modal
pembangunan Cina. Karena kemajuan yang dicapai masih terlalu lambat serta
sangat tergantung pada ilmuwan Soviet, selain itu keterbatasan dana masih belum
dapat diatasi. Mao berpikir Cina perlu menemukan caranya sendiri untuk
memecahkan permasalahan yakni dengan mengerahkan sumber daya yang sangat
berlimpah berupa tenaga kerja.
Suatu kebijaksanaan baru yang
disebut “Loncatan Besar ke Depan” (dayuejin) ditetapkan olehnya. Latar
belakangnya adalah rencana Nikita Kruschev untuk menjalankan program yang
disebut “Mengejar Negara Barat” demi meningkatkan perekonomian Soviet yang
tertinggal oleh barat. Rencana ini dipandang sebagai ancaman oleh Mao, karena
dengan majunya Soviet, Cina makin bergantung pada negara tersebut.
Kebijaksanaan Mao ini dipandang sebagai pengimbang bagi rencana Soviet diatas,
dimana Cina akan diubah dari negara agraris menjadi negara industri dalam
sekejap mata saja.
Secara prinsip, program Mao ini
adalah peningkatan produksi baja, industri ringan, dan konstruksi secara
besar-besaran serta pengerahan tenaga rakyat secara besar-besaran. Bahkan
petani yang semula bekerja di sawah dialihkan ke sektor industri. Sebagai
gantinya kaum pria bekerja di pabrik dan kaum wanita diperintahkan bekerja di
sawah-sawah.
Kebijaksanaan baru yang diawali pada
tahun 1958 ini memang membuahkan berbagai hasil nyata seperti pembangunan
jembatan, jalan kereta api, berbagai terusan, bendungan, pembangkit listrik,
sarana pengairan, dsb. Pertanian juga mengalami peningkatan dari 1000 hingga
10.000%. Tetapi kebijaksanaan “Loncatan Besar ke Depan” ini akhirnya malah
menuai bencana. Hasil panen gandum yang melimpah ruah pada tahun 1958 terpaksa
dibiarkan membusuk di ladang, karena kaum pria yang seharusnya bertugas
memanennya dikerahkan bekerja di pabrik. Ketika hasil panen merosot selama 2
tahun, para kader partai tetap melaporkan angka-angka yang fantastis kepada
pemerintah pusat. Manipulasi ini mengakibatkan pemerintah mengira bahwa program
baru yang dicanangkannya telah berhasil. Mereka mengambil sebagian besar gandum
yang disangka sangat melimpah ruah hasilnya itu, sehingga tidak mencukupi lagi
bagi rakyat dan akibatnya 30 juta rakyat meninggal karena kelaparan antara tahun
1959-1962.
Mao juga berambisi menjadi pemimpin
dunia komunis menggantikan Uni Soviet. Pada tahun 1963 ia menuduh Kruschev
mengkhianati komunisme dan beralih pada kapitalisme sehingga mempertanyakan
posisi Soviet sebagai acuan bagi negara-negara komunis. Akibatnya hubungan
dengan Soviet menjadi putus dan Kruschev menarik kembali semua ilmuwannya yang
ada di Cina.
2.4 Revolusi Kebudayaan dan Wafatnya Mao
Kegagalan “Lompatan Besar ke Depan”
menyebabkan kemunduran diri Mao sebagai ketua umum Republik Cina pada tahun
1959 dan diangkat Liu Shaoqi sebagai penggantinya., sementara itu Mao tetap
menjabat sebagai ketua Partai Komunis China. Saat itu China masih
dibayang-bayangi kegagalan kebijakan Mao.
Chen Yun, anggota tingkat lima
Partai Komunis China serta seorang ekonom terkemuka menyarankan untuk
membubarkan komuni raksasa yang terlalu sulit pengaturannya iru dan menerapkan
perkembangan ekonomi yang lebih realistis, serta pemusatan perhatian pada
bidang teknik ketimbang politik. Saran Chen ini yang barangkali telah
disepakati sebelumnya oleh Liu, dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap
pendukung fanatik Mao.
Kegagalan ini menyebabkan kritik
lebih lanjut terhadap Mao. Pada konferensi komite pusat di Lushan yang
diselenggarakan pada bulan agustus 1959, Peng Dehuai, Menteri Pertahanan saat
itu, dengan terang-terangan mengecam Mao yang telah mengakibatkan kekacauan di
dalam negeri serta memboroskan 2 juta yuan guna membangun pengecoran logam di
desa-desa. Dalam konferensi itu sesungguhnya Mao mengakui kesalahannya. Ia
mengatakan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, bahkan Konfusius dan Marx
juga pernah melakukan kesalahan. Dikatakannnya pula bahwa dirinya yang pantas
disalahkan atas semua itu, tetapi dengan cerdik ia mengatakan bahwa karena ada
banyak pemimpin dalam pertai, kesalahan itu hendaknya dibagi rata.
Tergerak oleh penderitaan rakyat,
Liu Shaoqi memiliki gagasan untuk melunakkan penindasan pemerintahterhadap
kehidupan sosial-ekonomi rakyat. Dengan program “Tiga Milik Pribadi dan Satu
Garansi”-nya (Sanzi yibao), Liu mengizinkan rakyat untuk mengerjakan tanah
miliknya sendiri serta memiliki usaha kecil untuk dijual dipasar bebas. Hal ini
tidak menyenangkan Mao yang mengkhawatirkan bangkitnya kapitalisme. Sementara
itu banyak anggota partai yang tidak tertarik lagi dengan sosialisme serta
kembali pada tradisi lama. Sebagai contoh pada bulan November 1962, Zhou Yang,
wakil direktur Partai Komunis China, menyelenggarakan Forum mengenai konfusius
di Shandong dalam rangka memperingati 2440 tahun kelahiran filsuf terkemuka di
Cina itu. kekuasaan saat itu berada di tangan kaum moderat seperti presiden Liu
Shaoqi dimana mereka tidak lagi meminta petunjuk Mao selaku ketua umum partai
komunis dalam mengeluarkan kebijaksanaannya.
Untuk mengimbangi sepak terjang kaum
moderat itu, Mao merencanakan gerakan pendidikan sosialis. Tapi ini juga gagal
karena tidak didukung oleh anggota partai. Akhirnya untuk membersihkan
pemerintah dari kaum moderat, Mao beralih pada para mahasiswa dan kaum muda
yang masih mendukungnya. Mao menyerukan pada mereka untuk mengenyahkan
orang-orang yang dipandang tidak sepaham dengannya. Kaum muda yang ingin diberi
kesempatan berpartisipasi dalam pemerintahan menanggapi seruan itu dengan
gembira. Mereka membentuk GARDA MERAH dan
melakukan penghinaan serta penganiayaan terhadap penguasa setempat, kaum
intelektual atau rakyat biasa yang tidak pro Mao.
Selain itu buku-buku yang memuat
tentang ajaran tradisional bangsa Tionghoa serta benda-benda antik warisan
leluhur juga dihancurkan oleh mereka. Meletuslah apa yang dinamakan Revolusi
Kebudayaan. Revolusi ini dengan segera membawa negara dalam kekacauan. Kaum
muda akhirnya lepas kontrol dan Mao tidak sanggup lagi mengendalikan mereka.
Pejabat pemerintah atau penguasa setempat seringkali harus melarikan diri
karena tindakan anarkis kaum muda yang makin brutal itu. pada akhir tahun 1966
kekacauan semakin menjadi-jadi. Keganasan GARDA MERAH membangkitkan
kelompok-kelompok lain yang menentang mereka. Perkelahian antara mereka sering
meletus di jalan-jalan. Antara bulan Desember 1966 hingga Januari 1967,
Shanghai dilumpuhkan oleh bentrokan antar kelompok. Pihak yang dapat mengatasi
kekacauan itu adalah tentara dan Mao sendiri saling meminta bantuan mereka
untuk memulihkan ketertiban.
Untuk mengatasi kekacauan itu
dibentuk pemerintahan sipil dan militer yang disebut Komite Revolusi. Usaha
pemulihan itu memakan waktu lama sebelum dicapainya berbagai kompromi yang
diawali pada musim panas 1967, setelah timbulnya kekacauan pada bulan Juli di
Wuhan yang baru berakhir saat musim gugur 1969. Negara dan partai pada tahun
1967 praktis lumpuh dan dengan susah payah dibangun kembali, tetapi sementara
itu pihak militer memperoleh kekuasaan yang lebih besar dari sebelumnya. Pada
kongres ke 12 partai komunis Tionghoa pada bulan Oktober 1968, Liu Sahoqi
dipecat dari jabatannya dan Mao dipulihkan kekuasaannya. Inilah satu-satunya
tujuan revolusi kebuadayaan yang tercapai, yakni mengembalikan kekuasaan ke
tangan Mao.
Kerugian yang ditimbulkan revolusi
kebudayaan sungguh besar, seperti terhentinya kegiatan proses produksi. Seni
dan buku-buku diawasi dengan ketat oleh negara. Sekolah dan universitas banyak
yang ditutup. Sementara itu kesehatan Mao semakin memburuk dan wafat pada
tanggal 9 September 1976. Era revolusi kebudayaan dianggap berakhir dengan
wafatnya Mao. Kita dapat menyimpulkan bahwa revolusi kebuadayaan sebenarnya
dipicu oleh pertentangan antara kubu radikal dan kubu moderat di dalam partai
komunis Cina serta kegagalan kebijaksanaan “Lompatan Besar ke Depan”.
2.5 Sekilas Pemerintahan China setelah
Wafatnya Mao
Sepeninggalnya Mao Zedong terjadi perebutan kekuasaan di Cina.
Perebutan kekuasaan itu terjadi antara Kaum moderat pimpinan Hua Guofeng dan
kaum radikal pimpinan Jiang Qing, yang merupakan janda Mao Zedong. Jiang Qing
memiliki ambisi untuk menjadi ketua partai komunis. Ia juga berkeinginan untuk
mengangkat pendukung-pendukungnya menjadi oarang–orang penting dalam
pemerintahan. Namun, Perebutan kekuasaan itu akhirnya dimenangkan oleh kelompok
moderat. Sehingga Jiang Qing beserta pendukungnya ditangkap dan dibawa ke
pengadilan. Selanjutnya, pada tanggal 1 Januari 1979, Cina telah berada di
bawah pimpinan Deng Xiaoping. Dibawah pemrintahannya, China membuka hubungan
diplomatik dengan Amerika Serikat. Pemerintah Cina juga
menjalin hubungan dengan berbagai negara. Mereka juga berusaha
memodernisasi Cina dengan menerima bantuan dari luar negeri. Ini menunjukkan jika sepeninggal Mao Zedong, bangsa Cina telah banyak mengalami perubahan.
menjalin hubungan dengan berbagai negara. Mereka juga berusaha
memodernisasi Cina dengan menerima bantuan dari luar negeri. Ini menunjukkan jika sepeninggal Mao Zedong, bangsa Cina telah banyak mengalami perubahan.
2.6 Kondisi Sosial, Budaya,
Ekonomi dan Politik China.
2.6.1 Sosial dan Budaya China
Cina
yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan erat dengan radikalisme
kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi imperi-alisme Barat) telah
digantikan oleh Cina yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis
yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan
SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan
pada revolusi atas nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme
atas nama kapitalisme.
Negara ini
telah lama mengalami masalah pertumbuhan penduduk. Dalam usaha membatasi perkembangan populasinya, RRC telah
mengambil kebijakan yang membatasi keluarga di perkotaan (etnis minoritas seperti Tibet
dikecualikan) menjadi 1 anak dan
keluarga di pedalaman 2 anak saat yang pertama wanita. RRC telah
mengintitusikan program pengambilan anak angkat internasional, di mana penduduk
negara lain datang untuk mengangkat mereka, tetapi program ini menampakkan
hasil yang tidak memuaskan.
Norma tradisional Cina diperoleh
dari versi ortodoks Konfusianisme, yang diajarkan di sekolah-sekolah dan bahkan
merupakan bagian dari ujian pelayanan publik kekaisaran pada zaman dulunya.
Akan tetapi keadaan tidak selalu begitu karena pada masa dinasti Qing umpamanya
kekaisaran Cina terdiri dari banyak pemikiran seperti legalisme, yang di dalam
banyak hal tidak serupa dengan Kong Hu Cu, dan hak-hak mengkritik kerajaan yang
zalim dan perasaan moral invididu dihalangi oleh pemikir ‘orthodoks’. Sekarang,
adanya neo-Konfucianisme yang berpendapat bahawa ide demokrasi dan hak asasi
manusia sejajar dengan nilai-nilai tradisional Konfuciusme ‘Asia’.
Para pemimpin yang memulai
langkah-langkah untuk mengubah masyarakat Cina setelah berdirinya RRC pada 1949
dibesarkan dalam lingkungan tua dan telah diajarkan norma hidup sesuai dengan
lingkungan hidupnya. Meskipun mereka merupakan revolusioner yang mampu
beradaptasi dengan zamannya, mereka tidak ingin mengubah budaya Cina secara
besar-besaran. Sebagai pemerintah langsung, para pemimpin RRC mengganti aspek
tradisional seperti kepemilikan tanah di desa dan pendidikan tetapi masih
menyisakan aspek-aspek lainnya, misalnya struktur keluarga.
Revolusi Komunis di negara
ini sejak tahun 1949
meninggalkan kesan yang besar yaitu hampir 59% penduduknya (lebih kurang 767
juta orang) menjadi Ateis atau tidak
percaya Tuhan. Namun lebih kurang 33% dari mereka percaya kepada kepercayaan
tradisi atau gabungan kepercayaan Buddha dan Taoisme. Penganut
agama terbesar di negara ini ialah Buddha Mahayana yang
berjumlah 100 juta orang. Di samping itu, Buddha Therawada dan Buddha Tibet juga
diamalkan oleh golongan minoritas etnis di perbatasan barat laut negara ini.
Selain itu diperkirakan terdapat 18 juta penduduk Islam (kebanyakan
Sunni) dan 14
juta Kristen (4 juta Katolik dan 10 juta
Protestan) di negara
ini.
Kebanyakan pemerhati luar
berpendapat bahwa waktu setelah 1949 bukanlah sesuatu yang berbeda di RRC
dibandingkan dengannya sebelum itu, malah merupakan penerusan cara hidup yang
berpegang pada nilai-nilai lama masyarakat Cina. Pemerintah baru diterima tanpa
protes apapun karena pemerintahan baru dianggap “mendapat mandat dari surga”
untuk memerintah, mengambil-alih pucuk kepemimpinan dari kekuasaan lama dan mendapat
rida para dewa. Seperti pada zaman lampau, pemimpin seperti Mao Zedong telah
disanjung. Pergantian dalam masyarakat RRC tidak konsisten seperti yang
didakwa.
Sepanjang masa pemerintahan RRC,
banyak aspek budaya tradisi Cina dianggap sebagai seni lukis, peribahasa,
bahasa, dan sebagainya yang lain telah coba dihapus oleh pemerintah seperti
yang terjadi pada Revolusi Kebudayaan karena didakwa kolot, feodal dan
berbahaya. Semenjak itu, Cina telah menyadari kesalahannya dan mencoba untuk
memulihkannya semula, seperti reformasi Opera Beijing untuk menyuarakan
propaganda komunisnya. Dengan berlalunya waktu, banyak aspek tradisi Cina telah
diterima kerajaan dan rakyatnya sebagai warisan dan sebagian jati diri Cina.
Dasar-dasar resmi pemerintah kini dibuat berlandaskan kemajuan dan penyambung
peradaban RRC sebagai sebagian identitas bangsa. Nasionalisme juga diterapkan
kepada pemuda untuk memberi legitimasi kepada pemerintahan Partai Komunis Cina.
Cina juga
melakukan reformasi budaya yang dikenal dengan “Liberalisasi Pikiran”.
Reformasi ini dimaksudkan untuk menyesuaikan sisi-sisi pengaruh konfusianisme
dan budaya petani tradisional yang kurang sesuai dengan semangat pembangunan
Cina. Di sisi lain, liberalisasi pikiran mendorong masyarakat Cina untuk mengaktualisasikan
diri, aktualisasi diri itu merupakan sikap yang bertentangan dengan ajaran
konfusianisme yang menekankan ajaran kebersamaan. Oleh sebab itu Deng
mengatakan bahwa “kaya adalah mulia’. Selain itu, liberalisasi pikiran
bertujuan untuk mengikis sikap petani tradisional yang pada umumnya cepat puas
dan berpedoman bahwa hidup bukan untuk bekerja, tetapi bekerja untuk hidup
sehingga kerja tidak untuk mencapai prestasi.
2.6.2 Ekonomi
Sejak
Mao “pergi menghadap Marx” pada September 1976, China
menjadi negara yang “pragmatis” yaitu menggunakan sistem ekonomi pasar bebas
ditengah tengah idiologi komunisme. Akhirnya tahun 1970-an, sesuai dengan hasil
kongres ke-11 Partai Komunis China (Shiyi Da) Tanggal 12-18 Agustus 1977 yang
dilaksanakan di Beijing, yaitu: reformasi ekonomi, dari ekonomi terpusat
menjadi ekonomi pasar, dan modernisasi 4 bidang, yaitu industri, pertanian,
ilmu dan teknologi, pertahanan nasional.
Kebijakan
ekonomi China yang pragmatis ini didasarkan atas evaluasi pengalaman dalam
pelaksanaan berbagai eksperimen program pembangunan yang mereka sebut ”mencari
kebenaran dari kenyataan konkret”, seperti ”sistem tanggung jawab rumah tangga”
yang pada akhir 1970-an telah meninggalkan sistem pertanian kolektif dan
mengembalikan usaha tani kepada para petani. Hasilnya, kenaikan pesat dalam
produktivitas, hasil produksi, dan pendapatan petani tanpa memerlukan
pengeluaran besar dari Pemerintah China.
Kebijakan
ekonomi yang pragmatis juga tecermin pada kebijakan ”pintu terbuka” bagi
investasi asing. Meski dari tahun ke tahun sistem insentif dan peraturan
mengenai investasi asing terus disempurnakan, insentif dan peraturan tentang
investasi asing tetap menarik bagi investor asing.
Sejak Deng
Xiaoping meluncurkan program reformasi ekonomi tahun 1979, ekonomi China
mengalami pertumbuhan amat menkjubkan. Sebagai
hasilnya, ekonomi Cina menunjukkan dinamisme yang mencengangkan, antara tahun
1978 dan 1995, sumbangan Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5% menjadi
10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita,
hasil ini telah memicu spekulasi tentang masa depan Cina. Bahkan ada pengamat
yang mengatakan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret dalam
gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan mampu
menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015.
Selain
itu, Deng Xiaoping Den Xiaoping mengeluarkan kebijakan perombakan tata ekonomi
RRC. Gagasan perombakan ini dituangkan dalam gagasan empat bentuk modernisasi
RRC. Empat bentuk modernisasi ini mencakup bidang pertanian, industri, iptek,
dan militer. Gagasan ini dikemukakan pada sidang pleno ketiga kongres Sentral
Komite ke–XI Partai Komunis Cina (PKC) pada tahun 1978
.
2.6.3 Politik
Kehidupan bermasyarakat China pada masa RRC pada umumnya dipengaruhi oleh
komunisme. Dari aspek politik, RRC menjadi sebuah sosial komunisme dengan sistim
mono partai yaitu PKC. Pemerintah RRC dikawal oleh Partai Komunis Cina
(CCP). Walaupun terdapat sedikit-banyak gerakan ke arah liberalisasi, seperti pemilu
yang sekarang diadakan di peringkat kampung dan sebagian badan perwakilan
menampakkan sikap tegas mereka dari masa ke masa, partai ini terus memiliki
kawalan terutama atas pemilihan jabatan-jabatan pemerintahan. Walaupun negara
menggunakan cara otokratis untuk mengusir elemen-elemen penentangan terhadap
pemerintahannya, ia pada masa yang sama juga mencoba mengurangi penentangan
dengan memajukan ekonomi, membenarkan tunjuk perasaan pribadi, dan melayani
para penentang yang dianggap tidak berbahaya terhadap pemerintah secara lebih
adil.
DAFTAR PUSTAKA
Taniputera,Ivan.
2009. The History of Cina. Ar-Ruz Media : Jogjakarta.
http://pandri-16.blogspot.com/2012/01/sejarah-awal-berdiri-negara-china.html
Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Desember 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_Cina
Diakses pada hari
Rabu tanggal 12 Desember 2012.
http://angkatigabelas.blogspot.com/2012/04/sejarah-negara-china.html
Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Desember 2012.
http://subpokmandarin.wordpress.com/2008/04/04/sejarah-china/
Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Desember 2012.
http://zegavon2go.blogspot.com/2012/01/geografi-tentang-cina-kondisi-fisik.html
Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Desember 2012.
http://saparuddin-sejarahkayong.blogspot.com/2012/05/kebijakanmao-zedong-rayat-hidup-mao.html
Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Desember 2012.
http://danilsyam.blogspot.com/2012/05/mao-zedong.html
Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Desember 2012.